VISITOR

One Last Perfect Verse

Wednesday 25 August 2010

Fenomena Tindihan (Sleep Paralysis)

Share



Kita terbangun di tengah malam, mata kita bisa melihat sekeliling tetapi tubuh kita seolah terkunci, tidak dapat bergerak sedikitpun, begitu juga dengan mulut, kita ingin berteriak tetapi tak ada suara yang keluar. Dada sesak serasa ditekan. Kita hanya bisa pasrah menunggu bagaimana cara agar terbebas dari jebakan tidur ini. Dalam beberapa kasus, korban juga mendapatkan "bonus plus-plus" berupa penampakan objek-objek menyeramkan seperti hantu dan sebagainya.




Fenomena tersebut dinamakan Sleep Paralysis atau masyarakat biasa menyebutnya dengan Tindihan. Banyak diantara kita yang pernah mengalaminya.

Tindihan istilah medisnya sleep paralysis. Ini merupakan kondisi ketika orang akan tidur atau bangun tidur merasa sesak napas seperti dicekik, dada sesak, badan sulit bergerak, berteriak pun tidak mampu. Kejadian ini biasanya disertai halusinasi, yaitu seperti melihat sosok di sekitar tempat tidur, dan dapat berlangsung dalam hitungan detik hingga menit.


Fenomena ini kerap dikaitkan dengan hal mistis. Sebab, bentuk halusinasi yang muncul bisa menyerupai sosok sahabat, kerabat yang telah meninggal, bayangan hitam, atau hantu, tergantung latar belakang kebudayaannya.
Di Barat, fenomena ini sering disebut mimpi buruk inkubus atau old hag berdasarkan bentuk bayangan yang muncul. Ada pula yang melaporkan melihat agen rahasia asing atau alien. Pada banyak lukisan abad pertengahan dapat kita lihat sosok roh jahat menduduki dada seorang perempuan, sehingga ia dalam ketakutannya merasa sulit bernapas.



Malfungsi Tidur

“Tindihan paling sering terjadi pada orang yang kurang tidur. Bisa juga dipicu oleh kelelahan, stres, cemas berlebihan,” kata Dr. Andreas Prasadja, RPSGT, sleep technologist dari Sleep Disorder Clinic, RS Mitra Kemayoran.

Seorang peneliti sleep paralysis, Al Cheyne dari University of Waterloo berpendapat, sleep paralysis adalah sejenis halusinasi karena adanya malafungsi tidur dari tahap rapid eye movement (REM).
Dijelaskan Dr. Andreas, tidur dibagi menjadi beberapa tahap berdasarkan gelombang otak, yaitu tahap N1, N2, N3, dan R. Urutan tidur biasanya dimulai dari N1-N2-N3-kembali ke N2-R-kembali ke N2-N3-kembali ke N2-R-kembali ke N2-N3 dan seterusnya.

N1 adalah tahap tidur paling ringan, sering kita masih setengah sadar. N2 merupakan tahap tidur yang lebih dalam, sedangkan N3 paling dalam. R adalah REM. Pada tahap ini mimpi terjadi.
Gelombang otak mimpi mempunyai frekuensi mirip gelombang otak sadar. Ini menjelaskan kenapa orang bisa merasa berada dalam alam kesadaran lain ketika bermimpi.


Kondisi tubuh terlalu lelah atau kurang tidur sering membuat gelombang otak tidak mengikuti tahapan tidur yang seharusnya. Dari sadar ke N1 lalu melompat ke R (mimpi). Yang khas pada mimpi ini timbul halusinasi munculnya sosok lain dan lumpuh (paralysis), sehingga tubuh tidak dapat bergerak atau mulut kelu.

Posisi Terlentang

Tindihan dapat terjadi pada pria dan wanita. Usia rata-rata orang mengalami tindihan pertama kali 14-17 tahun. Diperkirakan setiap orang pernah mengalami tindihan setidaknya sekali atau dua kali dalam hidupnya. Tindihan dapat disebabkan hal yang tidak dapat dikontrol hingga memicu stres dan terbawa dalam mimpi.
Kondisi lingkungan kerja juga berpengaruh. Contohnya, mereka yang bekerja dalam shift lalu kekurangan tidur dan memiliki pola tidur yang tidak teratur. Juga sering terjadi pada individu yang tidur dalam posisi telentang, wajah menghadap ke atas dan hampir nyenyak atau dalam keadaan hampir terjaga dari tidur.

Karena itu, mengubah posisi tidur dapat mengurangi risiko terserang tindihan.
Tindihan bisa muncul pada penderita sleep apnea walaupun jarang karena selalu berada dalam kondisi kurang tidur akibat henti napas. Kurang tidur inilah yang memicu tindihan.

Gejala Depresi

Meski biasa terjadi, tindihan patut diwaspai karena bisa merupakan gejala penyakit, misalnya narcolepsy, sleep apnea, kecemasan, depresi, atau kurang tidur. Ada baiknya penderita membuat catatan mengenai pola tidurnya selama beberapa minggu, untuk membantu mengetahui penyebab tindihan.
Setelah mengetahui faktor pemicu, cara ideal menghalaunya tentu menghindari pemicu. Jika tindihan sebagai akibat terlalu lelah, coba lebih banyak beristirahat. Usahakan tidur 8-10 jam pada jam yang sama setiap malam.

Jika tindihan disertai gejala lain, ada baiknya segera ke dokter ahli tidur atau laboratorium tidur untuk diperiksa lebih lanjut. Catatan yang sudah dibuat akan sangat membantu ketika penderita memeriksakan diri ke dokter.
Dokter perlu mengetahui kapan tindihan dimulai dan sudah berlangsung berapa lama. Juga jenis obat yang pernah atau sedang digunakan. Orang yang susah tidur bisa diberi obat penenang untuk mempermudah tidurnya.
“Kurang tidur tidak boleh dianggap remeh. Jika sudah menimbulkan sleep paralysis, kondisinya berarti sudah terlalu berat. Segera evaluasi diri dan cukupi kebutuhan tidur,” katanva.

0 komentar:

 
Blogger Templates by Wishafriend.com